Pages

Minggu, 23 Agustus 2009

Jelajah Alam Pertama Paskibras T.A 2009

Setelah belajar, belajar dan belajar terus, akhirnya aku mendapatkan waktu luang untuk berlibur. Dalam waktu seminggu ini cukup banyak hal yang kulakukan, mulai dari kegiatan di sekolah sampai berkumpul bersama teman-teman.


Hari ketiga setelah HUT RI ke 64 aku bersama teman-teman dari PASKIBRAS SMANSASI mengadakan kegiatan rutin Jelajah Alam atau yang sering kami sebut dengan (J.A). Karena kami sukses mengibarkan Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus yang lalu, maka saya dan teman-teman langsung bergegas menuju sebuah kawasan yang sering di jelajah oleh para penjelajah di daerahku. Namanya "Lae Simbolon", Lae berarti air dan Simbolon merupakan sebuah Marga dalam suku Batak Toba, mungkin dulunya aliran air sungai ini di kuasai oleh Marga Simbolon hehehe....


Satu hari sebelum kepergian kami, hujan deras mengguyur Sidikalang kota kecil nan asri. Tapi itu tidak mematahkan semangat kami untuk menempuh medan-medan berbahaya tersebut. Begitu melihat medan-nya, rasanya adrenalinku langsung terpacu apalagi airnya yang deras dengan batu-batu besar yang tertanam teguh di dasar air.

Namun, tidak sedikit juga dari adik-adik juniorku bergumam "beuh, ngeri x jalannya", hehe..begitulah ungkapan ataupun logat kami orang batak.
Melihat keadaan mereka yang sedikit cemas, aku lantas mendekati mereka dan berkata "Kalo kita melaluinya bersama-sama, yakinlah tak ada medan yang tak dapat kita lalui". Alhasil, merekapun sedikit merasa tenang.

Lalu kami semua berpegangan tangan membentuk sebuah lingkaran dengan seorang senior berada di tengah memimpin doa, agar perjalanan kami selamat sampai tujuan. Setelah kami bersama-sama mengatakan "AMIN" semua langsung berlari ke tengah dan membuat sebuah tumpukan tangan dan berkata PASKIBRAS YESSSSsss.......(yel-yel paskib, yang mempersatukan kami, hehe)

Setelah ritual itu kami laksanakan, kami mulai bergandengan tangan, menuruni sungai yang berbatu-batu. Begitu aku mencelupkan kakiku ke dalam air, langsung terasa dingginnya air pegunungan, membuat bulu kudukku merinding. Namun dari belakang datang seorang perempuan dan memegang tanganku, sehingga sedikit menghangatkanku (haha, never neg.ting)....

Lalu kami mulai berjalan menyusuri sungai, pada awalnya perjalanan berjalan mulus, kami bernyanyi "paskibras do ahu, paskibras do ahu, hape ho do na lupa di ahu, saya tahan sakit-sakit sampai masuk rumah sakit, hape ho do na lupa di ahu,..." itulah sepenggal lirik lagu paskib yang sering kami nyanyikan untuk melepaskan kepenatan. Tapi, setelah itu jalanan yang semakin memacu adrenalin muncul, yaitu ir sungai yang tingginya sekitar 1.5 m sepanjang 11 m menanti kami, ya mau tidak mau harus kami hadapi. Lalu aku mengambil posisi di belaang bersama temanku Herman dan Perempuan tadi Petro. Kami menjaga-jaga siapa tau ada yang hanyut dari atas, haha....Tapi kenyataannya sejauh ini tidak ada yang hanyut terbawa arus sungai.

Setelah air sungai yang begitu dalam, sekarang air deras dengan batu-batu licin. Dua orang yang berada di depan membuka jalan, lalu mengarahkan kami untuk mengikuti mereka. Tak jarang tulang keringku harus berhadapan dengan batu besar tajam, (sampai entri ini dibuat tulang betisku masih memiliki cap darah). Memang bukan hanya aku saja yang mengalaminya, hampir semua dari kami, tulang keringnya sudah berciuman dengan batu-batu itu. Namun bukan hanya sandungan yang ada tapi salah seorang pra-senior (kelas XI) hanyut terbawa arus sungai yang deras. Untung saja di hilir sungai masih ada beberapa orang, sehingga dapat menolongnya. Hampir saja kami dipanikkan oleh situasi itu, namun hal tersebut bukannya membuat ia jera, tapi malah semakin semangat.

Yaa, walaupun sudah begitu banyak rintangan yang dihadapi, tapi perjalanan harus tetap dilanjutkan. Kemudian, titik-titik hujan mulai berjatuhan ke air dan dedaunan di pinggir sungai, membentuk sebuah melodi indah penambah semangat. Meski hujan, becek, ga ada ojek kami terus melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kami tiba di sebuah tempat pemberhentian. Disana kami beristirahat sejenak, sambil menyantap bekal yang telah dipersiapkan dari rumah di bawah pepohonan yang tidak memiliki banyak daun sehingga bekalpun berkuahkan hujan (malangnya nasibmu nak, hehe). Setelah bekal habis, keluarlah cemilan yang sudah dipersiapkan junior-junior untuk dipattikkan bersama. Kemudian, kami sedikit membersihkan diri dengan mencelupkan badan ke air sungai, dan tentunya membersihkan sepatu yang sudah terisi oleh pasir-pasir.

Setelah merasa sedikit pulih, kami melanjutkan perjalanan melalui jalanan darat. Disini ada jalur yang disebut dengan "KAWASAN DIAM", tak tau kenapa setiap kami melewati kawasan ini, kami dilarang berbicara apalagi berkata kotor. Mungkin ada hal yang pernah terjadi terhadap pendahulu kami saat J.A. (Like What in Your Thinking)

Setelah melalui KAWASAN DIAM tersebut kami mulai memasuki kawasan persawahan, itu artinya kami sudah dekat dengan perkampungan warga. Tapi tak kalah menantangnya saat melewati daerah persawahan, terlalu banyak pacet yang harus kami hindarkan. Tak jarang beberapa junior maupun senior perempuan menjerit ketakutan ketika tubuhnya di tempeli oleh pacet-pacet itu. Ada yang sampai menangis menjerit, ada yang meminta pulang, ada yang menjerit memanggil mamanya, dan ada juga yang sambil bergumam mengucapkan bismillah...(hahaha). Tapi kami sebagai lelaki tak membiarkan begitu saja, kami lantas menolong mereka membuang pacet dari kaki mereka, hingga akhirnya hanya wajah sembab yang tinggal.


Terlihat keceriaan pada setiap peserta J.A


Setelah pacet-pacet kami lewati kini kami telah sampai di perkampungan warga, disanalah tempat pemberhentian kedua kami. Ya...sebentar menikmati honas (bhs. batak) atau nenas yang dijual oleh penduduk setempat di desa karing atau biasa disebut parhonasan. Sebentar beristirahat, kamipun melanjutkan perjalan. Hingga akhirnya kami sampai di tempat pemberhentian ketiga, di sebuah kedai kelontong beratapkan jerami. Disini kami menghabiskan waktu untuk beristirahat, makan-minum, membersihkan diri, berhubung di belakang kedai tersebut ada aliran sungai yang jernih.

Setelah semuanya sudah selesai melakukan aktivitasnya, kami semua berkumpul menghitung jumlah peserta, siapa tau ada yang tertinggal di hutan (haha).

Kini matahari sudah kembali ke ufuk barat, langit terlihat kemerah-merahan, hawa dingin menembus tulang rusuk, tanpa ada sesutu yang kurang kamipun beranjak meninggalkan sebuah gubuk rapuh nan indah yang berdiri di ujung jalan.


Selama perjalanan daritadi, kami tak lupa mengabadikannya dengan berfoto bersama. Cukup banyak hal menyenangkan yang kami lalui yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.


Foto saya saat Jelajah Alam


Inilah kisah perjalanan kami, semoga saja apa yang telah kami alami ini tidak begitu saja terlupakan di hati masing-masing anggota PASKIBRAS SMANSASI.

Paskibrasssssss....Yesssss....

0 komentar:

Posting Komentar